Senin, 30 Oktober 2017

KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN EKONOMI DEMOKRASI LIBERAL


  1.        Hubungan Ekonomi Masa Sumitro Djojohadikusumo dan Masa Kini.


Sumitro-Djojohadikusumo-400x267.jpg

Pada tahun 1950-an, ada tekanan politis yang meningkat agar kekuasaan ekonomi diambil dari perusahaan swasta Belanda yang masih ada di Indonesia saat itu, demi penyelesaian Revolusi. Namun, Indonesia masih memerlukan modal dan keterampilan asing untuk menghasilkan pembangunan ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi peningkatan jumlah penduduk. Bulan Februari 1950, presiden Soekarno sudah sempat menyampaikan kepada kalangan perusahaan asing bahwa pemulihan ekonomi Indonesia setelah selesainya Revolusi memerlukan dikerahkannya segala sumber modal, baik asing maupun dalam negeri. Tahun 1953 menteri Keuangan Ong Eng Die menyatakan bahwa peranan perusahaan asing dalam pembangunan ekonomi Indonesia perlu dicantumkan secara jelas dalam rencana pembangunan mendatang. Program Benteng merupakan suatu cara mengembangkan peranan orang Indonesia dalam ekonomi tanpa merugikan perusahaan asing, terutama Belanda.
Namun, dalam pelaksanaannya pada mulanya yang ditekankan adalah barang mana yang wajib diimpor oleh pengusaha pribumi. Kemudian, yang dibicarakan adalah persyaratan mengenai kelayakan memperoleh lisensi impor. Tahun 1950 sudah sempat ditentukan bahwa paling tidak 70% dari pemegangan saham perusahaan harus dimiliki "bangsa Indonesia asli". Bulan Mei dan Juni 1953, debat mengenai penaikan persentase ini, termasuk tuduhan diskriminasi terhadap importir Tionghoa, berakibatkan jatuhnya Kabinet Wilopo.
Sama pula hubungannya dengan ekonomi Indonesia saat ini. Pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan peningkatan di bidang ekonomi dengan mengutamakan pembangunan usaha-usaha yang dikelola anak negeri atau rakyat pribumi sendiri. Tapi nyatanya, perusahaan asing makin luas berkembang di Indonesia.

2.      Perbedaan Sistem Gunting dan Sistem Redenominasi
Pembeda
Sistem Gunting (Sanering)
Sistem Redenominasi
Tujuan
Mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga.

·    Menyederhanakan jumlah pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakukan transaksi.
·    Mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan Negara regional.
Latar Belakang
Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu sedang terpuruk—utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung. 
Inflasi dalam periode panjang yang mengakibatkan nominal mata uang jadi sangat besar.
Bentuk
Bentuknya adalaah sebagai contohnya dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal tertentu sesuai ketetapan, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi. Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar tiga puluh tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. "Gunting Sjafruddin" itu juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia).
Penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Misalnya Rp100.000,00 menjadi Rp100,00 namun nilai tukar dengan mata uang lain tetap sama.

3.      Nasionalisasi De Javasche Bank
COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Kantoor_van_de_Javasche_Bank_in_Batavia_TMnr_60047649.jpg

            Maksud dan tujuan nasionalisasi ini adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Tujuan nasionalisasi yang lain adalah untuk memulihkan perekonomian bangsa Indonesai pasca gangguan dari Benda, selain itu Pemerintah juga menganggap Belanda menyalahi aturan sehingga Indonesia harus mengambil ketegasan.

4.      Perbandingan Repelita dengan Masa Kini
REPELITA
·         Repelita I (1969 – 1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian. 
·         Repelita II (1974 – 1979) bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi. 
·         Repelita III (1979 – 1984) menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. 
·         Repelita IV (1984 – 1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri. 
·         Repelita V (1989 – 1994) menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan. 
Rencana Pembangunan Lima Tahun Kedua ini bersifat indikatif, artinya memberikan arah perkembangan umum yang hendak dicapai selama lima tahun yang akan datang beserta skala prioritasnya. Secara umum juga diberikan suatu gam- ­baran mengenai laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan serta perobahan struktur ekonomi selama lima tahun yang akan datang, jumlah dana yang dibutuhkan beserta sumber- sumber potensiil daripada dana tersebut, perkembangan ke­sempatan kerja, dan alokasi anggaran pembangunan negara sesuai dengan skala prioritas yang telah digariskan. Rencana ini juga untuk sebagian besar mencakup rencana pembangunan di sektor pemerintah. 
KABINET KERJA
Dalam Kabinet Kerja Jokowi ada 10 hal yang menjadi prioritas nasional :
·         Pendidikan
·         Kesehatan
·         Perumahan dan permukiman
·         Pengembangan dunia usaha dan pariwisata
·         Ketahanan energi
·         Ketahanan pangan
·         Penanggulangan kemiskinan
·         Infrastruktur
·         Konektivitas, dan kemaritiman
·         Pembangunan wilayah serta politik, hukum, pertahanan dan keamanan.
Keduanya sama-sama bertujuan untuk pembangunan pemerintah. Namun untuk masa Kabinet Kerja ini lebih pada pengembangan dari Repelita.

5.      Sistem Alibaba
Letak kegagalan Alibaba berada pada tidak tercapainya tujuan dari sistem ini sendiri. Sistem ekonomi ini lebih menekankan pada kebijakan indonesianisasi yang mendorog tumbuh berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi. Pelaksanaan sistem ekonomi Ali-Baba tidak berjalan sebagaimana mestinya. Para pengusaha pribumi akhirnya hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha Tionghoa untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.
Kegagalan sistem ini disebabkan karena :
·         Jatuh disebabkan adanya persoalan dalam TNI-AD, yakni soal pimpinan TNI-AD menolak pimpinan baru yang diangkat oleh Menteri Pertahanan tanpa menghiraukan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan TNI-AD. 
·         Persaingan ideologi juga tampak dalam tubuh konstituante.Pada saat itu negara dalam keadaan kacau disebabkan oleh pergolakan di daerah. 
·         Persaingan antara kelompok agama dan nasionalis yang berlangsung sampai awal tahun 1960-an mengakibatkan keadaan politik nasional tidak stabil.Hal tersebut sangat mengganggu jalannya pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. 
·         Ingin menyatukan pengusaha pribmi & tionghoa,tapi gagal karena pengusaha pribumi lebih konsumftif dibandingkan dengan pengusaha tionghoa yang menghasilkan.Menjadi ladang korupsi dan kolusi 
·         Orang-orang pribumi yang terlatih dan berpengalaman terlalu sedikit 
·         Kaum pribumi tidak memiliki modal kuat dan nyaris tidak mungkin untuk bersaing
Alasan mengapa saat ini masih banyak sentiment antitionghoa ada kaitannya dengan sistem ekonomi Alibaba ini. Kebanyakan masyarakat pribumi kini masih digerakkan oleh masyarakat tionghoa karena banyaknya perusahaan yang dipegang dan dikendalikan oleh masyarakat mereka. Banyak juga diskriminasi politik ekonomi antara rakyat pribumi dan tionghoa.

6.      Tujuan RPLT
·         Repelita I (1969 – 1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian. 
·         Repelita II (1974 – 1979) bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi. 
·         Repelita III (1979 – 1984) menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. 
·         Repelita IV (1984 – 1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri. 
·         Repelita V (1989 – 1994) menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan. 

0 komentar:

Posting Komentar